Care Visit Dompet Dhuafa Yogyakarta : Keseruan Panen Madu Hutan Hingga Melukis Payung Kertas

(Doc : Republika.co.id)

Teman-teman pernah merasa ragu-ragu nggak ketika menitipkan zakat di lembaga amil zakat? Ragu sekiranya zakat yang kita bayarkan itu peruntukannya digunakan untuk apa, disalurkan ke mana, apakah sampai tepat sasaran ke mereka yang membutuhkan, dan seribu satu pertanyaan lainnya. Paham akan kemungkinan hadirnya perasaan ragu yang dirasakan para muzaki ketika hendak menitipkan zakat di lembaga amil zakat, Dompet Dhuafa menggelar acara Care Visit yang rutin diselenggarakan setiap tahunnya. Tak hanya itu, tujuan diselenggarakannya Care Visit ini juga untuk mengenalkan Dompet Dhuafa ke masyarakat sekaligus sebagai bentuk audit ke mana penyaluran zakat para muzaki tersebut bermuara. Setidaknya demikian yang dikatakan Muhammad Zahron selaku perwakilan dari Dompet Dhuafa Yogyakarta ketika membuka acara Care Visit di lokasi peternakan lebah Hutan Wanagama yang merupakan lokasi pertama yang dikunjungi para peserta Care Visit kali ini.

Di Jogja, Dompet Dhuafa sudah beberapa kali menyelenggarakan Care Visit. Bagi saya sendiri ini adalah kali kedua saya mendapat undangan dari Dompet Dhuafa untuk mengikuti kegiatan ini. Yang pertama dulu di bulan Januari 2018, saya mengikuti Care Visit Dompet Dhuafa Yogyakarta di Batik Berkah Lestari, Imogiri. Kalau waktu itu lokasi Care Visit yang kami kunjungi hanya satu, di penghujung tahun 2019 ini Care Visit Dompet Dhuafa Yogyakarta mengunjungi tiga lokasi pemberdayaan Dompet Dhuafa. Ketiga lokasi tersebut adalah Kelompok Tani Sumber Rejeki di Hutan Wanagama, Gunung Kidul; Tenun Lurik Arana di Cawas, Klaten; dan Rumah Payung Lukis Ngudi Rahayu di Juwiring, Klaten.

Care Visit kali ini diikuti oleh 33 orang peserta, yang terdiri dari donatur, awak media, blogger, influencer, dan anggota komunitas (Jogja Muslimah Preneur, Home Decor Lover. dan Jogja Bloggirls). Seperti apa keseruan kami mengikuti acara ini? Ikuti terus cerita saya di bawah ini ya.

Kelompok Tani Sumber Rejeki (Ternak Lebah) - Hutan Wanagama, Gunung Kidul

Destinasi pertama yang kami datangi pagi ini lokasinya berada di hutan. Saat mobil Hiace yang kami tumpangi berhenti, saya kira kami sudah sampai di tujuan. Ternyata lokasi yang dituju masih 400 meter lagi jaraknya, dan kami harus berpindah kendaraan ke mobil yang ukurannya lebih kecil karena akses jalan menuju lokasi tidak bisa dilalui oleh mobil berukuran besar. Hujan deras yang mengguyur Yogyakarta dan sekitarnya di malam sebelumnya, ternyata membuat tanah di sekitar tempat ini menjadi lembek dan cukup sulit dilalui oleh kendaraan. Pak supir yang mengantar kami ke lokasi terlihat cukup kesulitan mengendalikan setir mobil karena jalanan yang licin.

Tak berapa lama kami pun sampai di lokasi. Terlihat sejumlah orang berseragam kaos merah dan sebagian lainnya memakai kaos abu muda menyambut kedatangan kami. Setelah pembukaan dan sesi perkenalan, barulah kami tahu kalau bapak dan ibu yang berseragam merah adalah dari BMT Ummat yang merupakan mitra pendamping bapak-bapak berkaos abu muda yang merupakan anggota Kelompok Tani Sumber Rejeki. Bapak-bapak ini adalah para peternak lebah yang tergabung dalam kelompok tani tersebut.

Setelah pembagian kelompok yang ternyata disesuaikan dengan pembagian mobil ketika kami berangkat, kami pun diajak untuk ikut panen madu. Wah saya sih antusias sekali karena belum pernah melihat langsung proses memanen madu. Selama ini cuma lihat prosesnya di layar televisi saja.

Panen madu lebah hutan.
(Doc : Dompet Dhuafa)

Untuk melindungi diri, kami diberi semacam topi jaring yang menutupi kepala hingga leher, serta sepasang sarung tangan panjang yang menutupi kulit hingga bagian lengan. Rupanya, lebah hanya akan menyengat bagian kulit manusia saja. Jika tidak ada bagian kulit yang terekspos, maka lebah tidak tertarik untuk menyengat manusia.

Pemandu di kelompok saya adalah Bapak Purwanto, seorang peternak lebah senior, bahkan bisa dibilang bahwa bapak inilah yang menjadi pionir peternak lebah di Kelompok Tani Sumber Rejeki. Pak Pur menjelaskan pada kami langkah-langkah memanen madu yang diawali dengan pengasapan kandang lebah. Pak Pur membakar sepotong sabut kelapa lalu kemudian mengarahkan asapnya ke dalam kotak kandang lebah. Hal ini dilakukan agar kita aman dari sengatan lebah. Lebah yang sudah terkena asap menjadi kurang agresif, sehingga lebih kecil kemungkinannya menyerang manusia yang mendekati kandangnya.

Bersama Pak Purwanto, peternak lebah senior di Kelompok Tani Sumber Rejeki.
(Doc : @littlemoon.photology)

Selanjutnya, Pak Pur membuka kotak kandang lebah dan mengambil potongan sarang lebah yang menggantung di dalam kandang lebah. Tak sekedar melihat, kami juga diijinkan untuk ikut mengambil sarang lebah dari dalam kandang. Saya tentu saja ingin ikut mencoba panen. Saat mengangkat sarang lebah dari kotak, terlihat sekumpulan lebah mengerumuni permukaan sarang. Seru juga bisa melihat dari dekat bahkan menyentuh kerumunan lebah seperti ini. Padahal kalau tanpa perlengkapan pelindung, didekati satu ekor lebah saja sudah bisa bikin saya lari terbirit-birit. Hahaha.

Oh ya, karena lebah tertarik dengan wangi bunga, maka sebelum memanen madu sebaiknya kita jangan menggunakan wewangian. Jadi tinggalkan dulu segala macam deodoran dan parfum ya, kalau mau panen madu :D

Setelah diangkat dari dalam kandang lebah, sarang madu yang menggantung pada bilah-bilah bambu tersebut kemudian diiris menjadi potongan-potongan kecil. Menurut Pak Pur, sarang lebah harus disisakan kira-kira sepertiganya, kemudian diikat lagi ke bambu sebelum ditaruh kembali di dalam kotak kandang lebah. Sepertiga sarang yang disisakan tadi nantinya akan kembali menarik koloni lebah untuk memperbesar lagi sarangnya. Selama masih ada sisa sarang di kandangnya, lebah-lebah tersebut akan terus memperbesar sarang. Sarang lebah ini yang akan terus dipanen untuk diambil madunya.

Kata Pak Pur, panen madu ini bisa dilakukan sekitar enam kali dalam setahun. Di bulan Januari-Februari saat curah hujan tinggi, peternak lebah berhenti panen madu karena tidak ada sarang yang bisa dipanen. Lebah mulai aktif lagi membuat sarang di bulan Maret saat curah hujan menurun dan memasuki musim kemarau di bulan April. Setiap kali panen, dari satu kotak kandang bisa menghasilkan sarang lebah hingga 5-6 kg.

Memandangi bentuk sarang lebah yang padat membuat saya berpikir, dari mana madu yang bentuknya cair itu didapat? Ternyata jika didiamkan beberapa saat saja, dari sarang madu tersebut akan keluar cairan madu. Untuk mengeluarkan cairan madu, menurut istilah Pak Pur itu bisa dengan cara 'diperas' (tapi saya tidak bertanya lebih lanjut bagaimana cara memerasnya) atau dijemur saja maka cairan madunya akan keluar.

Pada kesempatan ini kami dipersilakan mencicipi madu langsung dengan sarangnya. Wah ini pengalaman pertama saya mengambil sarang madu dari kotak kandang lalu langsung dimakan. Saya baru tahu kalau ternyata sarang madu ini bisa langsung dikonsumi tanpa perlu diproses terlebih dulu. Awalnya saya pikir akan ada rasa pahit karena terlihat di beberapa area warna sarang madunya ada bercak kehitaman. Tapi ternyata sarang madu ini sama sekali tidak pahit. Manisnya juga enak. Sarang madu ini teksturnya terasa keras, sulit hancur saat dikunyah. Namun jika kita bisa menelannya, kata Pak Pur sarang madu ini bagus untuk kesehatan pencernaan. Saya sendiri butuh satu dua teguk air untuk membantu menelan si sarang madu :D

Mencicip madu dari sarang lebahnya langsung, bersama Mbak Nisya, salah seorang rekan blogger.
(Doc : Dompet Dhuafa)

Setelah selesai acara cicip-mencicip sarang madu dan mendapat cerita panjang lebar tentang peternakan lebah, kami pun berpamitan untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke destinasi Care Visit selanjutnya.

(Doc : Dompet Dhuafa)

Tenun Lurik Arana - Desa Karangasem, Cawas, Klaten

Perjalanan menuju Cawas ternyata memakan waktu cukup lama. Di perjalanan kami mampir makan siang di Warung Makan Bu Mayar Cawas lalu shalat di masjid yang lokasinya tidak jauh dari warung makan tersebut.

Warung Makan Bu Mayar Cawas.
(Doc : pribadi)

Usai makan siang dan shalat, badan terasa agak segar. Cuaca siang itu yang terasa sangat panas, membuat badan saya agak loyo. Mungkin karena kurang minum juga. Saya pikir panasnya cuaca karena mau hujan lagi. Tapi menurut mas pengemudi di mobil kami, memang sepeti itulah cuaca sehari-hari di tempat itu. Untungnya di mobil kami ada Mas Alam, kru dari Dompet Dhuafa, yang tidak pernah kehabisan ide untuk membuat kami tertawa. Jokes-nya receh sih, tapi ampuh untuk menyegarkan suasana setelah badan loyo dihajar cuaca panas :D

Ayam bakarnya enyaaakkkk...! Nasi trancam ayam bakar adalah salah satu menu di Warung Makan Bu Mayar Cawas.
(Doc : pribadi)

Tiba di lokasi Tenun Lurik Arana, sejumlah ibu menyambut kedatangan kami sambil mengalungkan syal lurik di leher kami. Ah senangnya, syal lurik yang saya dapat motifnya cantik sekali, dan warnanya cocok dengan jilbab yang saya kenakan.

Siang itu, Pak Rody yang merupakan pendamping pemberdayaan lurik dari LSM Perhimpunan untuk Studi dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial (PERSEPSI) menjelaskan pada kami bahwa Tenun Lurik Arana di Desa Karangasem, Cawas ini merupakan salah satu pengrajin tenun yang dibina PERSEPSI bekerjasama dengan Dompet Dhuafa. Di Karangasem ini terdapat sekitar 30 perempuan yang dibina menjadi penenun lurik. Sebelum beralih menjadi penenun lurik, pekerjaan mereka rata-rata adalah sebagai buruh tani dengan penghasilan tak seberapa.

Kiri : Bu Ratmi, Kanan : Pak Rody, bercerita tentang kegiatan menenun lurik di Desa Karangasem.
(Doc : pribadi)

Ibu Suyatmi, salah seorang penenun lurik, bercerita bahwa dulu ia adalah buruh sawah dengan penghasilan Rp. 50.000/hari. Namun satu hari pergi ke sawah lalu setelahnya berhari-hari ia tidak bisa pergi ke sawah lagi karena kecapekan. Walhasil penghasilannya sebagai buruh sawah tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Sekarang, dengan menekuni usaha tenun lurik, ia mampu menghasilkan 8-10 meter kain tenun lurik setiap harinya dan pendapatan keluarganya pun meningkat.

Pendampingan dari PERSEPSI ini tak hanya sebatas pada proses produksi namun hingga ke pemasaran. Bu Suyatmi bercerita bahwa ia yang awalnya malu dan tidak percaya diri menawarkan lurik buatannya ke pihak luar, lalu dibimbing dan diarahkan PERSEPSI untuk memasarkan produknya ke kantor-kantor Pemda di wilayah Klaten. Hingga akhirnya Bu Suyatmi memiliki banyak pelanggan yang merupakan para ASN (Aparatur Sipil Negara) di kantor-kantor tersebut. Bahkan saat ini Bu Suyatmi mendapat pesanan untuk mengerjakan 1000 potong syal pesanan dari mereka.

Aneka produk lurik yang dihasilkan Tenun Lurik Arana.
(Doc : pribadi)

Kalau cerita Bu Ratmi lain lagi. Ia dulunya bekerja sebagai buruh tani dengan upah Rp. 30.000/hari. Berawal dari 1 buah tustel (alat tenun tradisional) dan uang Rp. 2 juta dari Dompet Dhuafa, kini ia memiliki 22 orang karyawan. Kain lurik buatannya saat ini sudah memiliki pembeli tetap dari Jakarta. Berapa banyak pun kain lurik yang ia hasilkan tiap bulan, buyer tersebut siap menampung hasil produksinya. Kain lurik tersebut kemudian dipasarkan hingga ke Australia.

Tustel, alat tenun tradisional yang digunakan untuk menenun kain lurik.
(Doc : pribadi)

Kain lurik yang dulunya tidak diminati oleh anak-anak muda di Karangasem karena dianggap kuno,  sejak mendapat pendampingan dari Dompet Dhuafa dan PERSEPSI ternyata terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan warga setempat. Mereka yang dulunya termasuk dalam golongan yang harus dibantu, sekarang sudah bisa bersedekah.

Seusai mendengarkan penjelasan Pak Rody dan cerita dari Bu Suyatmi serta Bu Ratmi, kami lalu diajak berkeliling melihat proses pembuatan kain lurik, meliputi pewarnaan benang, nglethek (pemintalan benang), nyekir (menyusun benang untuk membentuk motif), nyucuk (memindahkan desain motif ke alat tenun), hingga tahap penenunan manual menggunakan tustel.

Proses nyekir, yang konon adalah bagian tersulit dari rangkaian proses pembuatan kain tenun lurik.
(Doc : pribadi)

Saat melihat proses pembuatan tenun lurik ini kami diijinkan untuk mencoba menggunakan alat-alatnya. Dibantu oleh salah seorang ibu penenun, saya pun mencoba nglethek. Ternyata cukup mudah   mengoperasikannya, hanya saja jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri saya terasa agak panas karena digunakan untuk memegang benang dan menjaganya agar tidak kusut. Ibu penenun yang mengajari saya tertawa saat saya bilang kalau jari-jari saya terasa panas, karena ia sendiri selama ini tidak pernah merasa begitu. Haha.....ya iya lah, si ibu kan sudah terbiasa mengerjakan aktivitas ini. Beda dengan saya yang baru kali ini mencoba nglethek.

Seorang ibu pengrajin lurik memperagakan cara nglethek.
(Doc : Dompet Dhuafa)

Tanpa terasa waktu berlalu. Menjelang sore kami pun berpamitan pada para ibu penenun di Karangasem ini. Masih ada satu lokasi lagi yang akan kami kunjungi, yang untungnya berjarak tidak terlalu jauh dari Karangasem.

Payung Lukis Ngudi Rahayu - Juwiring, Klaten

Saat tiba di lokasi ketiga Care Visit ini kami disambut oleh Pak Ngadi, pemilik usaha Payung Lukis Ngudi Rahayu. Pak Ngadi bercerita kalau payung lukis buatannya banyak dipesan oleh orang Bali karena di sana banyak upacara keagamaan yang menggunakan payung kertas.

Agenda utama kami di sini adalah mengikuti workshop hand lettering dan menghias payung lukis bersama Mbak Nur Azizah. Masing-masing dari kami diberi sebuah payung putih polos sebagai media untuk melukis dan beberapa warna cat air untuk dipakai bersama-sama dengan teman sekelompok.

Workshop hand lettering dan melukis payung kertas.
(Doc : Dompet Dhuafa)

Untuk orang yang tidak punya bakat seni, termasuk seni lukis, saya bingung diberi media seluas ini untuk melukis. Sungguh tak ada ide, gambar apa yang akan saya buat di situ. Akhirnya setelah blank beberapa saat, saya pun mulai membuat sketsa gambar menggunakan pensil. Sret....sret....sret....oles kuas di sana sini, bergantian semua warna yang tersedia saya coba aplikasikan, hasilnya adalah gambar bunga warna-warni yang meriah :D Ah sudahlah, begitu saja saya sudah cukup puas, daripada hanya payung putih polos yang saya bawa pulang nanti. Hahaha. Saat pulang, payung lukis hasil karya kami boleh dibawa. Wah senang sekali, saya jadi bisa pamer ke si Bocah pas sampai rumah :D

Yeaayyy.....gambarnya jadi! Nggak perlu bawa pulang payung putih polos :D
(Doc : Dompet Dhuafa)

Hari mulai gelap saat kami berpamitan ke Pak Ngadi. Jogja masih berjarak dua jam perjalanan dari Juwiring. Badan terasa lelah, namun hati penuh dengan kegembiraan. Terima kasih banyak Dompet Dhuafa, pengalaman hari ini sungguh luar biasa buat saya. Lalu jadi terpikir untuk menjadi donatur Dompet Dhuafa. Saya tertarik dengan penjelasan Mas Alam tentang program anak asuh, waktu kami mengobrol di mobil di perjalanan Care Visit ini. Iya, di antara jokes recehnya, masih terselip info serius yang ia sampaikan kok. Haha.

Kalau teman-teman juga tertarik dengan program pemberdayaan umat dan penyaluran ZIS (Zakat Infaq Shodaqoh) oleh Dompet Dhuafa, bisa langsung mengontak kantornya. Info alamat dan nomor teleponnya saya cantumkan di bagian paling bawah tulisan ini ya.

(Doc : Dompet Dhuafa)

Kesan-Kesan Peserta Care Visit Dompet Dhuafa

"Selama ini saya penasaran dengan tempat-tempat binaan Dompet Dhuafa, jadi senang bisa berkunjung ke berbagai lokasi yang selama ini sebagai konsumen, tidak saya ketahui tempatnya. Seperti madu dibudidayakan di mana, lurik dibuat di mana (karena selama ini cuma beli di toko). Di acara ini jadi bisa ketemu langsung dan mengobrol dengan pengrajinnya. Terharu banget dengan keramahan, ketulusan, dan sambutan para ibu di Tenun Lurik Arana. Ke depannya, saya berharap acara seperti ini tetap selalu diadakan, supaya bisa mempertemukan masyarakat, media, sehingga kita jadi tahu perkembangan UKM atau desa binaan. Siapa tahu ke depannya bisa membuka lebih banyak peluang baru." (Dyah Savitri, anggota komunitas Home Decor Lover).

"Acara Care Visit ini berkesan sekali buat saya karena menambah pengetahuan tentang UMKM yang ada di sekitar kita. Acara ini selain bisa menambah teman, juga mempererat silaturahim. Syukur-syukur ke depannya bisa bekerja sama." (HR Dewi, anggota komunitas Jogja Muslimah Preneur).

"Senang diundang oleh Dompet Dhuafa. Selain tujuannya buat mendorong UKM binaan Dompet Dhuafa, juga memberi best experience buat peserta. Semoga Care Visit tahun depan makin lancar dan sukses ya." (Nuz Aziza Bakti, anggota komunitas Jogja Bloggirls).


- arry -

Email : arrywastuti@gmail.com
IG : @arrywastuti




Dompet Dhuafa Yogyakarta
Jl. HOS Cokroaminoto No 146, Tegalrejo, Yogyakarta
Telp : 0274 - 5305450
Instagram : @dompetdhuafadiy
Website : www.dompetdhuafa.org




You Might Also Like

2 komentar

  1. seru banget nih perjalanan kali ini, banyak hal2 bermanfaat yg didapat. bikin seneng, dan kenyang pastinya wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak Ika, pokoknya perut kenyang hati senang lah ya. Hahahaha

      Hapus

Komentar Anda dimoderasi. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya :)

Silakan tinggalkan pesan di kolom komentar dan saya akan membalasnya. Sering-sering berkunjung ya, untuk mengecek dan membaca artikel lainnya di blog ini. Terima kasih. Maturnuwun. Thank you. Danke.