Menjelajah Kuliner Kota Batik Pekalongan


Ketika saya mengetik di mesin pencari untuk tahu ada kuliner khas apa di Pekalongan, muncul dua jenis makanan yang populer : tauto dan nasi megono. Pencarian berlanjut dengan mencari di mana tempat makanan yang terkenal untuk kedua jenis makanan tersebut. Tak lupa juga bertanya pada beberapa teman yang pernah tinggal di Pekalongan. Tambah banyak info, biar tambah yakin :D Satu hal yang bikin saya agak khawatir ketika menyusun itinerary ke Pekalongan ini, yaitu soal transportasi selama di sana. Soalnya kami berangkat naik kendaraan umum, jadi mau tak mau harus memikirkan soal transportasi selama di Pekalongan juga kan. Jadi ceritanya saya dan si Paksu itu sama-sama malas nyetir jauh. Beda dengan kebanyakan teman-teman kami yang hobi roadtrip dengan menyetir sendiri, kami berdua tidak ada yang betah pegang setir lama-lama. Kami suka roadtrip-nya sih, tapi nggak suka nyetirnya. Hehe. Paling perjalanan maksimal 3-4 jam saja yang kami masih mau pegang setir, itu pun saya biasanya sudah angkat tangan dan menyerahkan kemudi pada si Paksu. Maklum, spesialis supir dalam kota kalau saya mah. Hahaha. Balik lagi ke transportasi di Pekalongan, untungnya di sana sekarang sudah umum masyarakat setempat menggunakan taksi dan ojek online. Jadi selama di sana kemana-mana kami menggunakan transportasi online ini dan juga becak. Angkot juga ada sih, tapi saya sudah terlalu malas untuk mempelajari rutenya :D

Soal kuliner Pekalongan, kami bertiga secara umum suka sih sama rasanya. Semua kuliner yang kami cicip, rasanya cocok di lidah. Selain tauto dan nasi megono, kami juga mencicipi limun legendarisnya Pekalongan, dan kami juga sempat mampir ke Kampung Arab untuk mencicipi menu salah satu resto di sana yang juga banyak direkomendasikan orang. Tapi ada satu kuliner terkenal Pekalongan yang tidak sempat kami cicip padahal bolak-balik lewat di depannya, yaitu Martabak Ibrahim. Lokasinya dekat dengan Hotel The Sidji tempat kami menginap, dan selama di sana kami bolak-balik ke alun-alun yang tentu saja melewati Martabak Ibrahim. Tapi tiap lewat situ perut kok ya pas kenyang terus, membuat kami mengurungkan niat untuk mampir. Belakangan saya baru tahu kalau Martabak Ibrahim itu salah satu kuliner legendaris di Pekalongan. Ah nyesel waktu itu nggak sempat nyicip :p

Tauto Kunawi

Tauto, singkatan dari tauco soto. Sejak sebelum berangkat ke Pekalongan, makanan satu ini sudah bikin saya penasaran dengan rasanya. Olahan tauco yang saya tahu hanya dibuat oseng-oseng. Nah ini dibikin soto, ah bikin penasaran saja seperti apa rasanya. Maka saat tiba di Pekalongan yang kebetulan pas waktunya dengan jam makan siang, kami memutuskan untuk mencari tauto. Hasil browsing menunjukkan nama Tauto Kunawi di deretan paling atas. Lokasinya di Gg. 5 Klego, Pekalongan. Cek Googlemaps, jaraknya sekitar 1 km dari hotel tempat kami menginap. Bisa naik becak, pikir saya. Sialnya, siang itu tidak ada satu pun tukang becak yang mangkal di depan hotel. Padahal menurut seorang karyawan hotel biasanya selalu ada tukang becak yang mangkal di situ. Diskusi sebentar dengan si Paksu, akhirnya diputuskan untuk jalan kaki sambil nyari tukang becak yang mungkin ada di jalan yang kami lewati. Sayangnya kami kurang beruntung, tidak ada tukang becak yang kami temui. Ada sih ketemu, tapi jaraknya sudah tinggal 200 meter saja ke lokasi Tauto Kunawi, ya nanggung lah. Jadinya dilanjut saja jalan kakinya. Untungnya, separuh perjalanan kami jalanannya teduh karena banyak pohon. Sebenarnya kami senang sih berjalan kaki, tapi panas matahari Pekalongan itu cihui banget deh. Ya maklum lah, namanya juga kota pantai, panas sudah pasti jadi keniscayaan :D



Siang itu warung Tauto Kunawi terlihat ramai sekali. Memang pas jam makan siang pula kan. Kami menunggu beberapa saat untuk mendapatkan meja. Warungnya memang tidak begitu luas, jadi tidak cukup menampung banyak orang sekaligus. Waktu itu terlihat banyak orang berseragam batik yang makan di sini. Sepertinya para karyawan kantor. Di depan warung ada penjual tempe mendoan. Si Paksu memesan 1 porsi untuk teman makan soto. Tapi ternyata tempe mendoan ini enaknya dijadikan cemilan saja. Saat pesanan tauto kami datang, seporsi tempe mendoan tadi tinggal sepotong saja :D



Tak lama setelah mendapat meja, pesanan kami datang. Kuah tauto berwarna merah ini awalnya saya kira rasanya pedas sekali, ternyata tidak. Dan rasa tauconya ternyata beda dengan tauco Sukabumi yang pernah saya makan. Ternyata warna merah di kuah tauto ini karena tauconya. Perpaduan gurih, sedikit asam, dan sedikit pedas, terasa sempurna pas di lidah. Tauto di sini bisa dipesan isi daging saja atau campur dengan jeroan. Kami pesan yang daging saja, dan dagingnya selain empuk juga banyak. Segarnya kuah tauto yang kami santap membuat lupa sejenak akan panasnya matahari Pekalongan siang itu. Oh ya, kalau makan di sini jangan lupa pesan es jeruk untuk minumnya. Jeruk peras yang digunakan di sini banyak, jadi es jeruknya kental.


Garang Asem H. Masduki

Ada 2 lokasi Garang Asem H. Masduki di Pekalongan, yaitu di Jl.Jend Sudirman dan di alun-alun kota Pekalongan. Kami memilih yang di alun-alun karena lokasinya dekat dengan hotel tempat kami menginap. Kami datang di waktu makan malam. Di dinding depan warung tercantum pengumuman bahwa warung tutup selama 20 menit di saat waktu shalat karena para karyawannya shalat berjamaah di masjid. Warung ini lokasinya memang dekat dengan Masjid Agung Pekalongan. Benar saja, waktu kami datang jamnya berbarengan dengan waktu shalat isya, kami mendapati pintu warung dikunci dari dalam, padahal ada karyawannya di dalam dan terlihat ada beberapa pengunjung yang duduk di dalam tapi belum dilayani makan. Kami menunggu di luar sekitar 10 menit lamanya. Saat diperbolehkan masuk, karyawan warung menjelaskan bahwa beberapa rekan mereka shalat berjamaah jadi kekurangan orang kalau harus melayani tamu saat itu. Memang warung ini ramai sekali saat jam makan tiba.



Di sini saya kembali menemukan kuliner yang berbeda dengan yang pernah saya makan sebelumnya. Garang asem yang pernah saya makan adalah garang asem Kudus, isinya ayam yang diberi sedikit  santan dan dibungkus daun pisang. Garang asem Pekalongan ternyata berbeda sekali. Yang ini berkuah banyak, berwarna gelap mirip rawon tapi kuahnya lebih bening dan rasanya ringan. Garang asem ini disajikan bersama dengan nasi megono. Di Jogja, nasi megono yang pernah saya makan berupa nasi yang dicampur potongan nangka muda, kacang panjang, daun melinjo, dan parutan kelapa. Bersama bumbu, semuanya diaduk jadi satu. Sedikit berbeda, nasi megono Pekalongan dalam penyajiannya tidak diaduk jadi satu. Megono yang terdiri dari potongan nangka muda dan parutan kelapa, lalu diaduk bersama racikan bumbu dan disajikan di pinggir nasi putih.



Megono Pekalongan ini rasanya pedas, jadi buat saya bisa dijadikan sebagai pengganti sambal. Perpaduan kuah segar garang asem dan rasa pedas megono memberi sensasi rasa tersendiri di lidah. Potongan daging di dalam garang asem ini adalah daging sapi. Dagingnya dimasak sampai empuk sekali. Dikunyah sebentar juga sudah hancur di mulut. Ah, sedap sekali. Satu porsinya sudah cukup membuat perut kenyang. Untuk menu garang asem, bisa pilih garang asem saja atau garang asem telur. Telurnya serupa telur pindang. Tanpa telur juga sudah enak sih rasanya.



Megononya diletakkan di pinggir nasi putih

Nasi Kebuli RM Puas

Siang itu usai menunaikan shalat dhuhur di Masjid Al-Ikhlas yang terletak di samping Museum Batik Pekalongan, perut mulai terasa keroncongan. Destinasi kuliner kami hari itu adalah RM Puas yang jaraknya hanya 700 meter dari Masjid Al-Ikhlas. Si Paksu awalnya dengan gagah bilang kalau jarak segitu dia mau jalan kaki saja. Tapi demi melihat terik matahari siang itu, acara jalan kaki akhirnya batal, lalu kami putar haluan cari tukang becak. Hahaha. Becak di Pekalongan ini unik bentuknya. Di bagian depan ada besi yang melengkung panjang dan memanjang. Ukuran tempat duduknya lebar, saya dan si Paksu muat duduk berdua di bangkunya, sementara si Bocah saya pangku. Kasihan juga ya tukang becaknya ngangkut kami bertiga. Tapi nggak ada lagi becak lainnya yang mangkal di situ, jadi ya sudah lah kami bertiga naik di satu becak. Nanti ditambahin aja ongkosnya, pikir saya :D

RM Puas terletak di area Kampung Arab. Belakangan saya baru tahu kalau Kampung Arab ini letaknya bersebelahan dengan Pecinan. Pekalongan adalah sebuah kota pantai yang yang pada zaman dahulu pelabuhannya selalu ramai dengan kapal-kapal dagang dari Arab, Cina, dan Eropa. Biasa didatangi oleh orang-orang dari berbagai etnis dengan budaya yang berbeda-beda, masyarakat Pekalongan menjadi lebih terbuka dan toleran.


RM Puas menempati bangunan yang tampak depannya terlihat seperti sebuah rumah tinggal. Terlihat kecil jika dilihat dari depan, namun saat masuk ternyata ruangan resto ini cukup besar juga. Siang itu tamu yang berkunjung cukup banyak namun tidak sampai penuh. Kami masih bisa makan dengan nyaman di meja yang tersedia.



Kami langsung memesan 3 porsi nasi kebuli plus tambahan seporsi kambing bakar buat si Paksu. Ada beberapa menu nasi di resto ini. Tapi karena dari awal kami sudah penasaran dengan nasi kebulinya, jadi kami bertiga pesan itu semua. Resto yang berdiri sejak 1979 ini cukup terkenal dan banyak direkomendasikan orang. Akhirnya saya tahu kenapa. Nasi kebuli yang biasanya kuat rasa rempahnya sampai kadang 'bau jamu', di resto ini rasa rempahnya terasa pas berimbang, tidak tercium bau jamu. Daging kambingnya empuk dengan bumbu yang meresap sempurna.


Kambing bakar pesanan si Paksu datangnya lama sekali. Saya sampai harus bertanya ke pramusaji barangkali pesanan kami lupa disajikan. Ternyata memang menu satu ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyiapkannya. Waktu kambing bakar pesanannya akhirnya datang, si Paksu agak kecewa melihat ukurannya yang terbilang cukup mungil. Menu kambing bakar ini dibungkus alumunium foil, dan saat dibuka ternyata isinya daging semua, tanpa tulang. Jadi secara berat dagingnya, ya nggak mungil-mungil amat sih. Rasanya? Enak! Cukup sepadan dengan waktu yang dihabiskan untuk menunggu menu ini siap disantap. Hilang deh rasa kecewa si Paksu setelah mencicip rasa kambing bakar ini :D

Limun Oriental Cap Nyonya Silhuet

Limun ini termasuk kuliner jadul yang khas dari Pekalongan. Berdiri sejak tahun 1920, usaha keluarga ini sekarang dijalankan oleh generasi kelima. Lokasinya berada di kawasan Jetayu yang merupakan kawasan budaya di Pekalongan. Kawasan ini berisi bangunan-bangunan tua. Buat yang suka wisata sejarah dan hobi fotografi, jalan-jalan di seputar kawasan Jetayu adalah hal yang tak boleh dilewatkan. Lokasi Limun Oriental ini dekat dari Museum Batik Pekalongan. Setelah puas menjelajah museum, dilanjutkan berkunjung ke Limun Oriental adalah pilihan paling pas. Saat keluar dari Museum Batik, berbeloklah ke kanan, tepat di samping museum ada jalan yang kanan kirinya terdapat pohon besar nan rindang. Limun Oriental terletak di jalan tersebut, sekitar 50an meter dari museum.


Dari luar, tempat ini terlihat seperti rumah tinggal biasa. Halaman rumahnya luas, dari luar pagar tidak terlihat sebentuk kafe yang bagian dalamnya saya lihat di internet. Sempat celingukan, tapi kami tidak melihat ada orang yang bisa ditanya. Tapi saya yakin tempatnya benar karena melihat ada tulisan 'Oriental' beserta logonya di pagar rumah. Kami pun masuk dan mendapati ruangan cukup luas semi terbuka yang difungsikan sebagai kafe. Furnitur jadul menghiasi ruangan ini. Di bagian belakang kafe terletak bangunan yang merupakan pabrik pembuatan limun ini. Saat itu sayangnya pemiliknya sedang keluar kota. Jadi saya hanya sempat berbincang dengan seorang ibu yang merupakan karyawan pabrik limun ini dan sudah puluhan tahun bekerja di tempat ini.




Kafe ini baru ada sekitar setahun belakangan ini. Tadinya pabrik limun ini hanya melayani order take away. Setelah ada kafe barulah pengunjung bisa menikmati minum limun di tempat. Tak banyak yang ditawarkan kafe ini selain limun yang menjadi jualan utamanya. Hanya ada beberapa kue kecil dan makanan ringan yang bisa dinikmati sambil minum limun. Limun disajikan bersama dengan segelas es batu. Namun limunnya sendiri sudah dingin karena ditaruh di kulkas, jadi kami memilih meminumnya tanpa es. Saat itu ada 7 rasa yang tersedia, yaitu rasa mangga, nanas, frambozen, jeruk, sirsak, coffee mocha, dan lemon.


Cheers....!

Limun-limun ini dijual dengan harga Rp.5.000/botol. Dan jika ingin membawanya sebagai oleh-oleh, tersedia dus untuk mengemasnya. Satu dus berisi 6 botol limun harganya Rp.50.000. Karena rasanya yang unik, kami membeli 2 dus limun untuk dibawa pulang ke Jogja supaya nanti di rumah masih bisa nyicip rasa yang lain. Di sana kami memesan rasa sirsak, jeruk, dan nanas. Dari ketiganya, kami sepakat bahwa rasa nanas paling enak. Sewaktu membungkus limun ke dalam dus, si ibu (duh, saya lupa bertanya namanya) bilang kalau rasa favorit anak-anak biasanya yang rasa mangga. Setelah mencoba ketujuh rasa limun yang ada, kami setuju dengan si ibu kalau rasa mangga yang paling enak :D

Tanpa pengawet, tanggal expired-nya hanya 40 hari sejak tanggal produksi.
Kemasan dus, bisa untuk oleh-oleh.

Selain di pabriknya, limun ini bisa dibeli di beberapa supermarket di Pekalongan dan di kafe-kafe yang menjamur di Pekalongan selatan. Limun Oriental ini tidak menggunakan bahan pengawet sehingga tanggal kadaluarsanya tidak panjang, hanya 40 hari saja sejak ia dibuat. Jika berminat mencicip limun nostalgia ini, datanglah antara pukul 09.00-16.00 supaya bisa menikmati limunnya di kafe yang nuansanya juga penuh nostalgia ini.



Desain stiker di botol limun dari masa ke masa

Es Campur Duren


Makanan satu ini sebenarnya tidak masuk dalam daftar kuliner wajib kunjung kami. Saat keluar dari halaman Museum Batik Pekalongan, kami melihat ada taman kota di bundaran seberang museum. Kami memutuskan untuk menyeberang dan duduk-duduk sejenak di bangku taman. Haus, saya pun menghampiri penjual air mineral di pinggir taman. Saat itulah mata saya memperhatikan gerobak hijau milik ibu penjual es ini. Saya lihat banyak kendaraan yang berhenti di dekat gerobak hijau ini, lalu tak lama pergi setelah membawa bungkusan. Rupanya banyak yang mampir untuk beli bungkus. Penasaran, saya hampiri gerobak si ibu dan memesan seporsi es campur durennya. Kami pun duduk di area lesehan yang disediakan si ibu. Beberapa meja plastik diletakkan di atas tikar. Kalau ingin duduk di kursi, bisa pilih duduk di bangku taman yang tersedia di dekat situ.

Bangunan di seberang sana itu Museum Batik Pekalongan


Tak lama pesanan kami datang. Saat mencicip si es campur duren, wuih....segar! Isinya sama saja sih dengan es campur pada umumnya, hanya yang ini ada tambahan durennya. Minum es di tengah hari yang terik memang pilihan paling pas ya. Saya pun memesan 1 porsi lagi es durennya. Makan es duren di bawah rindang pohon taman kota, ah seru juga piknik model begini :D


- arry -


Tauto Kunawi
Gg. 5, Klego, Pekalongan.
Jam buka : 08.00 - 16.00 WIB
Harga : mulai Rp.15.000

Garang Asem H. Masduki
Kompleks Travel, Jl.Alun-Alun Utara, Pekalongan.
Jam buka 06.30 - 22.00 WIB
Harga :
- Garang asem Rp.20.000
- Garang asem telur Rp.25.000
- Nasi megono Rp.4.000

Rumah Makan Puas
Jl. Surabaya No 32, Sugihwaras, Pekalongan.
Jam buka : 08.00 - 20.00 WIB

Limun Oriental
Jl. Rajawali Utara No 15, Pekalongan.
Jam buka : 09.00 - 16.00 WIB
Harga :
- Rp.5.000 (minum di tempat)
- Rp.50.000 (dus isi 6 botol)

Es Campur Duren
Seberang persis Museum Batik Pekalongan




You Might Also Like

24 komentar

  1. Favoritku banget tuh Tauto Pekalongan. Mesti coba...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, ternyata tauto enak banget ya. Yg terkenal selain Kunawi katanya tauto PPIP. Gak sempet nyobain sih. Tp nyicip tautonya sudah terwakili sama tauto Kunawi. Hehehe

      Hapus
  2. Jadi pingin nyoba garang asem pekalongan.. Kayaknya beda sama garang asem yang biasa aku makan.. Pekalongan ternyata menarik juga ya kotanya.. Pingin ke museum batik di sana juga.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wajib coba mbak garang asemnya klo ke Pekalongan. Museum Batik juga wajib kunjung mbak, saya aja sampai 2x ke situ. Qiqiqi. Ini baru mau nulis tentang Museum Batik. Abis nulis kulinernya, trus lanjut cerita Museum Batik :)

      Hapus
  3. Mba, selama ini aku pikir es limun itu maksudnya timun loh hahahaha. . Jd ternyata sirup rasa buah2an yaaa :D.

    Asyik banget wisata kulinernya. Aku kalo ke pekalongan cm makan tauto doang, trus lanjut lagi jalan ke solo :D.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha.....beda mbak limun dengan timun. Besok-besok klo ke Pekalongan lagi, mampir cicip Limun Orientalnya mbak, jangan cuma ke tauto aja :D

      Hapus
  4. waini giliran kulinernya yang dibahas. Mau limunnya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hohoho.....itu limun suegeeerrr banget deh mbak

      Hapus
  5. Mauu kambing bakarnya maaak.. pokoknya kalau udah ada menu itu, aku gak doyan makanan lain deh hahaah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wiiii.....mbakyo samaan dg pak misuaku, hobinya ngambing :)))

      Hapus
  6. Wah.. Jadi pengen nyobain taoto, mirip sama soto sokaraja ga? Btw mb arry mirip sama aku, kalau mau berkunjung ke suatu tempat yang googling dulu makanan khasnya apa..hihi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh....aku blm pernah nyicip soto Sokaraja mbak, jadi gak tau mirip apa nggak :D

      Hapus
  7. Wah kuliner Pekalongan ku belum ditulis. Heehe. Tulis ah. Tautonya aku cocok. Coba aku tahu ada kebuli ya di sana, pasti cuzz makan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lezatos mbak, kebulinya. Nom nom nom banget lah pokoknya. Hihi

      Hapus
  8. Ibuku asal bumiayu mb, deket deket pekalongan juga ya, jadi jago bikin nasi megono. Yaa nurun gitu lah ke aku, nurun suka makannya ajaaa, kalo masaknya kagakkk 🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haiisshhh....kukira jago bikin megono juga. Udah siap-siap nih bawa piring mau numpang makan di rumah mbak Inna. Hahaha

      Hapus
  9. Asyique masih edisi pekalongan~ Kayaknya diantara deretan kuliner itu yang wajib dicoba itu tauto ya.. Udah pernah nyoba~ enak, yang lain belom pernah nyoba, wkwk.. pas kesana agendanya qerja sih, huhuhu :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kulineran tetep harus diselipkan di tengah-tengah qerja mbak. Hihi

      Hapus
  10. Mbaaaa,es duren jalan Merak dan megono di sebelah alun2 kl pagi, itu dua menu yg mantap surantaaaapp

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siyapppp....boleh dicoba ntar kalo ke Pekalongan lagi.

      Hapus
  11. Cara penyajian megononya beda dengan megono yang di yogya ya. Ehm, tepatnya megono yang pernah ta cicipi. Mungkin karena nama masakannya sdh di sebut sego megono jadi nasi + megono di campur aduk jadi 1.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, beda. Yg pernah kumakan itu megono sama nasinya diaduk, dicampur jadi satu. Kalo yg di Pekalongan ini dipisah di pinggir nasi.

      Hapus
  12. Ya ampun bikin ngiler MB. Tauto itu, fotonya berkuah pedes panas. Nikmat bgt pasti yaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kupikir juga tadinya itu tauto bakalan pedes, ternyata enggak mbak.

      Hapus

Komentar Anda dimoderasi. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya :)

Silakan tinggalkan pesan di kolom komentar dan saya akan membalasnya. Sering-sering berkunjung ya, untuk mengecek dan membaca artikel lainnya di blog ini. Terima kasih. Maturnuwun. Thank you. Danke.